Sabtu, 06 November 2010

Menyikapi Bencana

oleh: Salahuddin Wahid
Sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dilantik, terjadi banyak bencana di negeri kita, baik bencana alam maupun bukan. Bencana alam sepenuhnya terjadi karena proses alam, tidak ada yang dapat dilakukan untuk mencegahnya. Paling banyak kita dapat mengurangi dampak yang ditimbulkannya. Yang bukan bencana alam adalah bencana yang sebenarnya dapat kita elakkan atau kita cegah. Tetapi, pencegahan itu gagal karena kekurangmampuan kita.
Kita bisa menyebut di luar kepala bencana yang terjadi. Tabrakan di Jalan Tol Jagorawi antara iring-iringan kendaraan pengawal Presiden dengan beberapa kendaraan lain. Ada kecelakaan pesawat Lion Air di Solo. Tabrakan kereta api juga banyak terjadi. Kecelakaan laut juga terjadi. Yang terdahsyat adalah bencana tsunami di Aceh, akhir Desember 2004. Sementara yang terakhir, 27 Mei 2006, adalah gempa tektonik di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Tidak heran bila kemudian banyak yang bertanya apakah kedua pemimpin itu yang menjadi sebab terjadinya banyak bencana secara beruntun. Apakah pendapat di atas benar secara agama dan secara nalar?
Bencana atau musibah adalah suatu kejadian yang menimpa kita dan menimbulkan kerugian di luar kehendak kita. Bencana alam seperti tsunami di Aceh atau gempa tektonik di Yogyakarta dan Jawa Tengah adalah suatu peristiwa alam yang terjadi sebagai suatu ketentuan alam, yang menurut Islam adalah sunnatullah. Yaitu, suatu gerakan lempengan di dalam bumi yang telah terjadi sejak ribuan tahun yang lalu.
Sunnatullah itu terwujud pada saat Allah menciptakan bumi di dalam enam satuan waktu. Penciptaan itu terjadi jutaan tahun yang lalu. Mayoritas kita di Indonesia mempercayai penciptaan Tuhan terhadap alam semesta.
Di negara Barat diajarkan bahwa alam semesta terjadi secara alamiah, tidak ada penciptanya. Para pakar, termasuk pemenang nobel, tidak percaya pada teori penciptaan. Namun, belakangan muncul tuntutan di beberapa negara bagian Amerika Serikat supaya teori penciptaan menurut agama-agama juga diajarkan di sekolah negara agar para siswa bisa menentukan sendiri teori mana yang mereka percaya.
Yang bisa dan telah kita lakukan ialah mempelajari gejala alam yang catatannya telah kita punyai sejak lebih dari seratus tahun yang lalu. Perangai alam yang telah diketahui itu dibuat polanya untuk dijadikan pegangan dalam menghadapi kecenderungan alam di masa depan. Tetapi, kita sadar bahwa alam masih tetap menjadi suatu misteri. Kita tidak bisa menentukan dengan tepat waktu gempa yang diperkirakan akan terjadi. Yang jelas kita bisa melakukan langkah untuk memperkecil dampak bencana terhadap kehidupan kita, terutama korban jiwa. Saya pernah bertanya langsung kepada Ibu Megawati apakah benar bahwa Menteri ESDM (2002 atau 2003) telah melaporkan kepada beliau selaku presiden bahwa tsunami diperkirakan akan terjadi di Indonesia. Ibu Mega menjawab, betul.
Lalu saya bertanya apa tanggapan pemerintah terhadap laporan tersebut. Beliau menjawab, diperingatkan kepada pemerintah daerah untuk mewaspadai kemungkinan tersebut.
Di dalam Surah ar Ra'd: 11 Allah berfirman: "Sungguh Allah tiada nasib suatu kaum (bangsa) jika tiada mereka mengubah nasibnya sendiri." Tetapi ayat itu masih ada lanjutannya: "Dan bila Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum, maka tidak seorang pun dapat menolaknya."
Kalau pemerintah lebih waspada terhadap peringatan dari para ahli geofisika, mungkin yang bisa dikurangi adalah jumlah korban jiwa. Korban materi sulit dihindari.
Kita lihat dari Aceh sampai Yogyakarta butuh waktu sekitar 17 bulan sampai terjadi bencana berikut. Kita harus melakukan antisipasi dengan cermat ke mana arah gerakan gempa bumi itu dan memasang early warning system di tempat yang diperlukan dan menjaga supaya alat itu diawasi dan difungsikan secara efektif.
Jadi tidak benar kalau dikatakan bahwa Presiden SBY dan Wapres JK menjadi penyebab terjadinya bencana alam yang menimpa kita secara beruntun. Tetapi, kalau kemudian pemerintah sekarang kurang tanggap seperti pemerintahan Ibu Mega terhadap usul tentang early warning system, kita bisa menyalahkan pemerintah.
Bencana yang terjadi karena kesalahan manusia seperti kecelakaan pesawat terbang, kapal laut dan kereta api sebenarnya dapat kita hindari kalau kita lebih disiplin, lebih cermat dan teliti. Di sini kita bicara tentang birokrasi pemerintah, BUMN dan perusahaan swasta.
Buruknya birokrasi adalah masih adanya masalah klasik di negara kita. Walaupun terlah terjadi reformasi di bidang politik dan di bidang hukum (legislation reform bukan yudicial reform), reformasi birokrasi dan reformasi di bidang ekonomi belum terjadi.
Kalau kita ingin negara ini maju, sejahtera dan aman, maka tidak ada pilihan lain kecuali segera melakukan reformasi di bidang birokrasi. Perlu dibuat grand design dari reformasi itu, lalu diterapkan dengan prinsip meritokrasi. Jangan sampai birokrasi pemerintah dan BUMN menjadi kepanjangan tangan partai politik atau kekuasaan politik. Agama Islam mengajarkan: serahkan segala sesuatu kepada ahlinya. Kalau tidak, maka bencana (dalam berbagai bentuknya seperti penggundulan hutan) akan tetap terjadi.
Untuk bencara seperti tersebut di atas yang di luar kendali kita, dan kita sudah berihtiar sekuat mungkin, kita hanya bisa berserah diri atau tawakal kepada Allah SWT. Islam mengajarkan: apabila musibah menimpa dirimu, katakanlah bahwa segala sesuatu datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah.*** 

  •  

  • sumber: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=146085

  • Tidak ada komentar:

    Posting Komentar